KenPark – Pantai Ria Kenjeran, Masih Pantaskah disebut Wisata Keluarga?

by - Januari 23, 2017


Gerbang utama Kenpark Kenjeran Surabaya

Hampir 3 tahun saya belum menginjakkan kembali kaki saya di Pantai Ria Kenjeran, terakhir kesana lihat festival layang-layang aja gak pakai keliling-keliling. Sore itu kami ingin kesana menghabiskan minggu melihat pantai dan berfoto ditempat-tempat yang sering kami lihat di instagram.

Dulu waktu jaman SD paling bahagia ketika diajak ibu ke Kenjeran, ketika itu biasanya kami berenang di waterpark . Sampai saat ini sih masih ada waterpark di Kenjeran, namun saya tidak tahu kondisi nya seperti apa. Kalau kemarin saya lihat masih cukup ramai kalau dilihat dari banyaknya kendaraan yang parkir disekitar area waterpark.

Saya sempat kaget ketika melihat bangunan-bangunan yang dulu terawat, seperti lapangan futsal yang dulu hits jadi jujugan mahasiswa-mahasiswa atau khalayak umum, namun kini miris sekali pemandangan yang saya lihat. Belum lagi podium-podium penonton yang karatan dan rusak disana sini, ya kita juga tahu kalau dulu kenpark sering dijadikan sirkuit balap motor cuma akhir-akhir ini saya belum pernah melihat atau mendengar ada event balapan motor yang diadakan disana. Entah karena sudah tidak layak atau alasan lainnya.


Dipintu masuk sekarang sistemnya sudah terkomputerisasi, petugas loket akan memberikan kita karcis print out computer. Kalau dulu kan karcisnya masih pakai manual, kemungkinan kecurangan sangat besar. Kebetulan kemarin kami naik mobil, dipintu masuk sudah ada keterangan untuk mobil tiket masuknya Rp 20.000 dengan penumpang maksimal 2 orang dan penambahan per penumpangnya Rp 5.000,- Dari karcis yang kami dapat ditulis sudah termasuk biaya parkir diarea bebas parkir. Yang dimaksud area bebas parkir itu yang mana juga tidak jelas. Yang pasti kalau saya lihat di area kya-kya alias pusat kuliner untuk memarkir kendaraan baik motor atau mobil harus bayar lagi. Dan kalau mau makan diarea bibir pantai juga harus bayar parkir lagi.

Lokasi saya foto, bagus kan?
Nyomot dari google karena gambar kami dihapus semua

Penasaran dengan apa yang sudah di upload di instagram, maka itu tujuan utama saya kesana selain ajak Ara jalan-jalan juga untuk ambil gambar diarea-area yang instagrammable. Waktu itu sudah sangat sore sekitar jam setengah lima, saya lihat ada satu area didekat pintu keluar yang banyak pohon-pohon. Saya pikir ini lho salah satu lokasinya, abipun masuk kesana dan melihat memang banyak orang yang foto-foto disana. Ada yang foto pre wedding ada beberapa AbeGe yang narsis-narsis juga.

Ini lho baju yang saya & ara pakai
Kami pikir tidak masalah donk kalau kami foto-foto juga disana, karena kami perginya bertiga saya, suami, dan anak mau donk diabadikan bersama dalam foto. Karena kami sudah biasa bawa DSLR dikeluarkanlah senjata kami, baru juga nge tes gambar datanglah 2 orang berpakaian safari hijau yang menegur kami menanyakan mana suratnya. Kami pikir surat apaan ya? Wong kami tadi sudah bayar tiket masuk, kata si bapak-bapak tadi kalau mau foto-foto harus pakai surat katanya disuruh ke pos. OK kami turutin apa kata mereka, dan ternyata memang benar kalau mau foto-foto pakai DSLR diarea Ken Park harus pakai surat dan itu gak gratis, bayar Rp 200.000,-

Apa? Kalau fotonya untuk pre wedding yang membutuhkan space khusus yang perlu area steril dan pengamanan khusus boleh lah, lha ini lho untuk foto-foto dokumentasi pribadi. Mereka juga harus bisa membedakan donk, baju yang kami pakai sore itu juga baju santai bukan kebaya atau gaun mewah. Kita foto juga untuk apa? nantinya akan diupload di media social dan imbasnya akan semakin banyak orang yang datang.

Dan yang sangat saya sayangkan, kami “dipaksa” menghapus hasil jepretan kami meskipun itu cuma gambar pohon-pohon aja tanpa ada obyeknya. Sungguh saya gak paham, dan saking emosinya saya sampai ngumpat sendiri, bukan ngumpat 2 orang tadi tapi ngumpat pemikiran yang masih kolot bin jadul mereka.

Ya sudahlah saya anggap itu sebagai pengalaman pahit yang tidak mengenakkan. Kembali lagi ke masih pantaskah Kenpark disebut sebagai wisata keluarga? Untuk saat ini saya bilang tidak pantas dan untuk harga yang dibayarpun tidak sesuai. Apa yang bisa dinikmati disana saat ini? Kalau mau lihat gedung-gedung bobrok iya banyak, atau mau ke motel shortime yang banyak disediakan disana?

Saya menyayangkan saja gedung-gedung yang seharusnya masih bisa difungsikan tapi dibiarkan begitu saja tak terawat sampai jadi rusak. Fasilitas juga apa? Sarana bermain untuk anak-anak juga tidak saya temukan, mau duduk-duduk menikmati pantai juga tidak disediakan. Kalau mau menikmati pantai ya harus bayar alias beli dulu makanan dipenjual-penjual makanan yang ada disekitar bibir pantai.

Selain patung Budha, patung Dewi Kwan Im, pura, dan pagoda kok saya rasa tidak ada lagi yang bisa dinikmati disini. Saya lihat ada bangunan baru yang katanya icon Universal Studio yang masih dalam tahap  pembangunan. Namun masih belum jelas juga nantinya berfungsi sebagai apa.

Satu lagi yang jadi “pikiran” saya sampai sekarang, motel-motel shortime disana kok bisa ya ga pernah tersentuh satpol PP. Selain jadi sarana esek-esek juga jadi sarana perusakan moral generasi muda Surabaya. Rate nya juga sangat terjangkau bahkan bagi kantong pelajar, dengan harga kamar mulai Rp 50.000 per 6 jam sudah bisa menyewa kamar disana. Mungkin orang dibelakangnya cukup kuat hingga tidak pernah tersentuh razia. Entahlah……


Karena udah terlanjut bete saya asal jepret saja beberapa titik "kumuh" yang kita bayar untuk dilihat disana. Itupun saya pakai lensa tele ambil gambar curi-curi dari dalam mobil. Saya itu pengennya tulis review yang bagus untuk kemajuan kota saya, tapi apa daya pengalaman yang saya rasakan sangat mengecewakan. Buat pelajaran teman-teman yang lainnya, kalau kesana jangan bawa DSLR tapi bawa kamera pocket atau mirrorless saja daripada disuruh hapus semua gambar kita, bikin ngenes. 









You May Also Like

0 komentar